Niat Berkurban Idul Adha dan Doa Ketika Idul Adha
Ibadah kurban merupakan bentuk meneladani kisah Nabi Ibrahim AS yang rela mengurbankan anaknya, Nabi Ismail AS. Saat menyembelih Ismail, Allah SWT menggantinya dengan hewan sembelihan yang besar sebagai balasan atas keimanan dan keikhlasan Ibrahim dan Ismail. Niat berkurban di bawah ini wajib disimak yuk!
Perintah untuk berkurban termaktub dalam Al Quran surat Al Kautsar ayat 1-2. Allah SWT berfirman:
اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ – ١ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ – ٢
Artinya: “Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).” (QS. Al Kautsar: 1-2).
Niat Berkurban
Berikut niat kurban saat Idul Adha.
Ustaz ahli fiqih Muhammad Ajib dalam bukunya yang berjudul Fiqih Qurban Perspektif Madzhab Syaafi’iy menjelaskan niat kurban boleh diucapkan sebelum penyembelihan.
“Niat qurban bisa kita lakukan dalam hati sejak tanggal 1 Dzulhijjah. Jadi ketika kita sudah memiliki hewan qurban maka ketika itu juga kita sudah bisa berniat untuk qurban dalam hati. Sehingga ketika nanti menyembelih hewan qurban kita tidak perlu niat lagi. Cukup mengucapkan Basmallah, takbir dan langsung sembelih saja,” terang ustaz Ajib.
Ucapan niat berkurban juga bisa dalam bahasa Indonesia bisa dilakukan dalam hati.
“Saya niat berkurban karena Allah Ta’alaa.”
Saat menyembelih hewan kurban disunahkan untuk membaca bismillah, takbir, salawat, dan doa ketika menyembelih kurban.
Bacaan Basmallah
Bismillaa hirrahmaa nirrahiim (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang).
Bacaan Takbir
Allahu akbar (Allah Maha Besar).
Bacaan Salawat
Allahumma sholli ‘ala Muhammad, wa ‘ala ali Muhammad (Ya Allah, berikanlah rahmat-Mu kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad).
Bacaan doa saat menyembelih hewan kurban Idul Adha
اَللَّهُمَّ هَذِهِ مِنْكَ وَإِلَيْكَ فَتَقَبَّلْ مِنِّيْ يَا كَرِيْمُ
Allahumma hadzihi minka wa ilaika, fataqabbal minni ya karim (Ya Tuhanku, hewan ini adalah nikmat dari-Mu. Dan dengan ini aku bertaqarrub kepada-Mu. Karenanya hai Tuhan Yang Maha Pemurah, terimalah taqarrubku).
Niat Berkurban yang Perlu Diketahui
Dalam Kitab Minhajul Muslim oleh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi disebutkan bahwa segala amal perbuatan disesuaikan dengan niat, kuat lemahnya amal tergantung niat, sah, dan rusaknya amal juga tergantung pada niat. Dasar landasan pentingnya niat bagi amal perbuatan adalah firman-Nya dalam surat Al Bayyinah ayat 5:
وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ – ٥
Artinya: “Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).”
Orang yang memiliki niat baik akan diberikan pahala amal saleh. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang berbunyi:
“Barangsiapa berkeinginan melakukan suatu kebaikan, kemudian tidak melakukannya maka dicatat baginya satu pahala.” (HR. Muslim).
Dalam hadits Bukhari dan Muslim juga disebutkan “Sesungguhnya amal perbuatan hanyalah dengan niat, dan setiap orang hanya memperoleh apa yang dia niatkan.”
Untuk itu, berkurban juga penting diawali dengan niat.
Berikut bacaan niat kurban untuk diri sendiri:
Nawaitu al-udhiyata bi syaatin lillahi ta’ala
Artinya: “Saya niat berkurban untuk diri sendiri karena Allah ta’ala.”
Adapun, doa berkurban sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim adalah sebagai berikut:
بِسْمِ اَللَّهِ, اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ, وَمِنْ أُمّةِ مُحَمَّدٍ
Arab-latin: Bismillah, Allahumma taqobbal min Muhammad wa aali Muhammad, wa min ummati Muhammad
“Dengan nama Allah Ya Allah, terimalah dari Muhammad dan dari keluarga Muhammad dan dari umat Muhammad.”
Sementara itu, apabila hendak menyembelih hewan kurban, maka dapat membaca doa sebagai berikut:
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ
Arab-latin: rabbanā taqabbal minnā, innaka antas-samī’ul-‘alīm
Artinya: “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Niat Berkurban dan Hukum Berkurban
Hukum Berkurban Bagi yang Mampu Menurut Ulama Mazhab
Menurut para ulama, hukum berkurban adalah Sunnah Muakkad, yaitu ibadah yang sangat dianjurkan kepada seorang muslim yang memiliki kemampuan secara finansial. Namun, seperti apa seseorang dikatakan mampu?
1. Menurut Mazhab Maliki
Ulama Mazhab Maliki mengatakan bahwa seseorang dapat dikatakan mampu apabila memiliki harta kekayaan sebesar 30 dinar. Bila dikonversikan ke rupiah, nominal satu dinar setara dengan dua juta. Maka bila seseorang memiliki total kekayaan 60 juta rupiah, maka sangat dianjurkan baginya untuk menunaikan ibadah kurban.
2. Hukum Berkurban Bagi yang Mampu Menurut Mazhab Syafii
Berbeda dengan Mazhab Maliki, Mazhab Syafii mengukur bahwa seseorang dapat dikatakan mampu apabila memiliki uang yang cukup untuk membeli hewan kurban. Hal ini dengan catatan orang tersebut mampu memenuhi kewajiban untuk menafkahi keluarga beserta orang yang ditanggungnya selama hari-hari penyembelihan, yakni pada tanggal 10 sampai 12 Dzulhijjah.
Jika seseorang memiliki uang sebesar harga hewan kurban, namun keluarganya sendiri belum dinafkahi, maka tidak dianjurkan baginya untuk berkurban. Lebih baik memprioritaskan nafkah keluarganya lebih dulu.
3. Boleh Berutang, Menurut Mazhab Hambali
Menurut Mazhab Hambali, seorang muslim dianjurkan berkurban apabila dapat mengusahakan membeli hewan ternak dengan menggunakan uang sendiri ataupun berutang. Mazhab Hambali membolehkan seorang muslim berutang terlebih dahulu untuk membeli hewan kurban.
4. Mazhab Hanafi: Hukumnya Wajib bagi yang Mampu
Bila ketika ulama mazhab di atas menyatakan hukum berkurban bagi yang mampu sebagai sunnah muakkad, Abu Hanifah berpendapat bahwa kurban hukumnya wajib dilaksanakan bagi yang mampu. Menurut Mazhab Hanafi, seseorang yang dikatakan mampu apabila memiliki harta lebih yang senilai dengan nishab zakat mal, yaitu 200 dirham. Telah melebihi kebutuhan pokok dan pihak yang wajib ditanggungnya.
Pendapat Abu Hanifah berdasarkan hadits berikut ini, “Barangsiapa yang memiliki kemampuan namun tidak berkurban, makan jangan sekali-kali mendekat ke tempat sholat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Namun, Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, pada juz 3 halaman 597 mengatakan, “Para pakar hadits melemahkan hadits-haditsnya Hanafiyyah, atau diarahkan kepada pengukuhan atas kesunahan berkurban seperti masalah mandi Jumat dalam hadits Nabi; mandi Jumat wajib atas setiap orang baligh. Kesimpulan ini ditunjukkan oleh sebuah atsar bahwa Abu Bakar dan Umar tidak berkurban karena khawatir manusia meyakininya sebagai hal yang wajib, sementara hukum adalah tidak adanya kewajiban.”
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow