Fikih Pengurusan Jenazah Lengkap dengan Dasar Hukumnya
Semoga dimanapun NaishaMate berada selalu dalam lindungan Allah SWT. Berbicara tentang kematian, sepertinya itu adalah hal yang sebenarnya paling dekat dengan kita. Sebagai sesame muslimpun kita ketika ada orang meninggal memiliki kewajiban untuk mengurusnya, untuk itu berikut ini kami sajikan uraian mengenai fikih pengurusan jenazah secara ringkas beserta dalil-dalil dan keterangan dari para ulama.
Fikih Pengurusan Jenazah Ketika baru meninggal
Memejamkan mata orang yang baru meninggal dunia
Dalil hadits dari Ummu Salamah Hindun bintu Abi Umayyah radhiallahu’anha, ia mengatakan:
دخل رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ على أبي سلمةَ وقد شقَّ بصرُه . فأغمضَه . ثم قال إنَّ الروحَ إذا قُبِض تبِعه البصرُ
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ketika mendatangi Abu Salamah yang telah meninggal, ketika itu kedua matanya terbuka. Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam pun memejamkan kedua mata Abu Salamah dan bersabda: “Sesungguhnya bila ruh telah dicabut, maka pandangan matanya mengikutinya” (HR. Muslim no. 920).
Berdasarkan ijma para ulama, memejamkan mata jenazah hukumnya sunnah. Namun tidak ada doa tertentu ketika memejamkan matanya.
Mendo’akan kebaikan kepada jenazah
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam setelah memejamkan mata Abu Salamah, beliau berdo’a:
اللهم اغفر لأبي سلمة وارفع درجته في المهديين واخلفه في عقبه في الغابرين واغفر لنا وله يا رب العالمين وافسح له في قبره ونور له فيه
“Ya Allah ampunilah Abu Salamah, angkatlah derajatnya dan jadikan ia termasuk orang-orang yang mendapatkan petunjuk, dan berilah ganti yang lebih baik bagi anak keturunannya, dan ampunilah kami dan dia wahai Rabb semesta alam, luaskanlah kuburnya dan terangilah” (HR. Muslim no. 920).
Atau boleh juga doa-doa lainnya yang memiliki makna untuk mendoakan kebaikan jenazah.
Fikih Pengurusan Jenazah
Mengikat dagunya agar tidak terbuka
Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah mengatakan:
و شد لحييه] و ذلك مخافة أن يبقى فمه مفتوحا حالة غسله و حالة تجهيزه فيشد حتى ينطبق فمه مع أسنانه]
“Ketika jenazah meninggal [ditutup mulutnya] yaitu karena dikhawatirkan mulutnya terbuka ketika dimandikan dan ketika dipersiapkan. Sehingga hendaknya ditutup sampai bersatu antara gigi dan mulutnya” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/424).
Adapun tata caranya longgar, dapat dilakukan dengan menggunakan kain yang lebar dan panjang diikat melingkar dari dagu hinggake atas kepalanya, sehingga agar mulutnya tertahan dan tidak terbuka mulutnya.
Menutupnya dengan kain
Berdasarkan hadits dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, beliau mengatakan:
أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم حِينَ تُوُفِّيَ سُجِّيَ ببُرْدٍ حِبَرَةٍ
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau wafat, beliau ditutup dengan kain hibrah (sejenis kain Yaman yang bercorak)” (HR. Bukhari no. 5814, Muslim no. 942).
Dianjurkan untuk bersegera mempersiapkan jenazah untuk dikubur
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أَسْرِعُواْ بالجنازةِ ، فإن تَكُ صالحةً فخيرٌ تُقَدِّمُونَهَا ، وإن يَكُ سِوَى ذلكَ ، فشَرٌّ تضعونَهُ عن رقابكم
“Percepatlah pengurusan jenazah. Jika ia orang yang shalih di antara kalian, maka akan jadi kebaikan baginya jika kalian percepat. Jika ia orang yang bukan demikian, maka keburukan lebih cepat hilang dari pundak-pundak kalian” (HR. Bukhari no. 1315, Muslim no. 944).
Fikih Pengurusan Jenazah; Memandikan Jenazah
Hukum memandikan jenazah
Perlu NaishaMate ketahui bahwa memandikan jenazah hukumnya fardhu kifayah. Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata:
بينَا رجلٌ واقفٌ مع النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ بعَرَفَةَ ، إذْ وَقَعَ عن راحلتِهِ فَوَقَصَتْهُ ، أو قال فأَقْعَصَتْهُ ، فقالَ النبيُّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ : اغْسِلوهُ بماءٍ وسِدْرٍ ، وكَفِّنُوهُ في ثَوْبَيْنِ ، أو قالَ : ثَوْبَيْهِ ، ولا تُحَنِّطُوهُ ، ولا تُخَمِّروا رأسَهُ ، فإنَّ اللهَ يبْعَثُهُ يومَ القيامةِ يُلَبِّي
“Ada seorang lelaki yang sedang wukuf di Arafah bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Tiba-tiba ia terjatuh dari hewan tunggangannya lalu meninggal. Maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: mandikanlah ia dengan air dan daun bidara. Dan kafanilah dia dengan dua lapis kain, jangan beri minyak wangi dan jangan tutup kepalanya. Karena Allah akan membangkitkannya di hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah” (HR. Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206).
Kemudian hadits dari Ummu ‘Athiyyah radhialahu’anha, ia berkata:
تُوفيتْ إحدى بناتِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ ، فخرج فقال : اغْسِلْنَها ثلاثًا ، أو خمسًا ، أو أكثرَ من ذلك إن رأيتُنَّ ذلك ، بماءٍ وسدرٍ ، واجعلنَ في الآخرةِ كافورًا ، أو شيئًا من كافورٍ، فإذا فرغتُنَّ فآذِنَّنِي فلما فرغنا آذناه فألقى إلينا حقوه فضفرنا شعرها ثلاثة قرون وألقيناها خلفها
“Salah seorang putri Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam meninggal (yaitu Zainab). Maka beliau keluar dan bersabda: “mandikanlah ia tiga kali, atau lima kali atau lebih dari itu jika kalian menganggap itu perlu. Dengan air dan daun bidara. Dan jadikanlah siraman akhirnya adalah air yang dicampur kapur barus, atau sedikit kapur barus. Jika kalian sudah selesai, maka biarkanlah aku masuk”. Ketika kami telah menyelesaikannya, maka kami beritahukan kepada beliau. Kemudian diberikan kepada kami kain penutup badannya, dan kami menguncir rambutnya menjadi tiga kunciran, lalu kami arahkan ke belakangnya” (HR. Bukhari no. 1258, Muslim no. 939).
Fikih Pengurusan Jenazah
Siapa yang harus memandikan jenazah?
Yang memandikan jenazah hendaknya orang yang paham mengenai fikih pemandian jenazah. Lebih diutamakan jika dari kalangan kerabat jenazah. Sebagaimana yang memandikan jenazah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam adalah Ali radhiallahu’anhu dan kerabat Rasulullah. Ali mengatakan:
غسلتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم , فذهَبتُ أنظُرُ ما يكونُ منَ الميتِ فلم أرَ شيئًا , وكان طيبًا حيًّا وميتًا , وولي دفنَه وإجنانَه دونَ الناسِ أربعةٌ : عليُّ بنُ أبي طالبٍ , والعباسُ , والفضلُ بنُ العباسِ , وصالحٌ مولى رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وألحدَ لرسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم لحدًا ونُصِبَ عليه اللبنُ نَصبًا
“Aku memandikan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Dan aku memperhatikan jasad beliau seorang tidak ada celanya. Jasad beliau bagus ketika hidup maupun ketika sudah wafat. Dan yang menguburkan beliau dan menutupi beliau dari pandangan orang-orang ada empat orang: Ali bin Abi Thalib, Al Abbas, Al Fadhl bin Al Abbas, dan Shalih pembantu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Aku juga membuat liang lahat untuk Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan di atasnya diletakkan batu bata” (HR. Ibnu Majah no. 1467 dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).
Perlu juga diketahui bahwa wajib bagi jenazah laki-laki dimandikan oleh laki-laki. Demikian juga jenazah perempuan dimandikan oleh perempuan. Kecuali suami terhadap istrinya atau sebaliknya. Hal ini dikarenakan wajibnya menjaga aib dan juga auratnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ditanya:
يا رسولَ اللَّهِ عوراتُنا ما نأتي منها وما نذَرُ قالَ احفَظْ عورتَكَ إلَّا من زوجتِكَ أو ما ملكت يمينُكَ
“Wahai Rasulullah, mengenai aurat kami, kepada siapa boleh kami tampakkan dan kepada siapa tidak boleh ditampakkan? Rasulullah menjawab: “tutuplah auratmu kecuali kepada istrimu atau budak wanitamu” (HR. Tirmidzi no. 2794, dihasankan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).
Kecuali bagi anak yang berusia kurang dari 7 tahun maka boleh dimandikan oleh lelaki maupun perempuan.
Fikih Pengurusan Jenazah
Perangkat memandikan jenazah
Adaapun beberapa perangkat yang dibutuhkan untuk memandikan jenazah diantaranya:
- Sarung tangan atau kain yang akan digunakan untuk memandikan agar terjaga dari najis, kotoran dan penyakit
- Masker penutup hidung juga untuk menjaga orang yang memandikan agar terhindar dari penyakit
- Satu ember sebagai wadah air
- Satu embar sebagai wadah air kapur barus
- Gayung
- Spon penggosok atau kain untuk membersihkan badan jenazah
- Kapur barus yang sudah digerus untuk dilarutkan ke dalam air yang akan digunakan untuk memandikan
- Daun bidara jika ada, yang busanya digunakan untuk mencuci rambut dan kepala jenazah. Jika tidak ada, maka diperbolehkan menggantinya dengan shampo
- Kain yang dipergunakan untuk menutupi aurat jenazah
- Handuk untuk mengelap setelah mandi
- Plester bila dibutuhkan untuk menutupi luka yang ada pada jenazah
- Gunting kuku untuk menggunting kuku jenazah jika Panjang
Cara memandikan jenazah
Melemaskan persendian jenazah
Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:
وأما تليين مفاصله فالحكمة في ذلك أن تلين عند الغسل، وذلك بأن يمد يده ثم يثنيها، ويمد منكبه ثم يثنيه، وهكذا يفعل بيده الأخرى، وكذلك يفعل برجليه، فيقبض رجله ليثنيها ثم يمدها مرتين أو ثلاثاً حتى تلين عند الغسل
“Adapun melemaskan persendian, hikmahnya untuk memudahkan ketika dimandikan. Caranya dengan merentangkan tangannya lalu ditekuk. Dan direntangkan pundaknya lalu ditekuk. Kemudian pada tangan yang satunya lagi. Demikian juga dilakukan pada kaki. Kakinya pegang lalu ditekuk, kemudian direntangkan, sebanyak dua kali atau tiga kali. Sampai ia mudah untuk dimandikan” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/424).
Dan hendaknya berlaku lembut pada jenazah. Karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا
“Memecah tulang orang yang telah meninggal dunia adalah seperti memecahnya dalam keadaan hidup” (HR. Abu Daud no. 3207, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).
Melepas pakaian yang melekat di badan jenazah
Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:
(وخلع ثيابه) يعني: الثياب التي مات فيها يسن أن تخلع ساعة موته، ويستر برداء أو نحوه
“[Dilepaskan pakaiannya] yaitu pakaian yang dipakai jenazah ketika meninggal. Disunnahkan untuk dilepaskan ketika ia baru wafat. Kemudian ditutup dengan rida (kain) atau semisalnya” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/424).
Namun perlu diketahui bahwa bagi orang yang meninggal dunia ketika ihram tidaklah boleh ditutup wajah dan kepalanya, berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma di atas.
Menjaga Aurat Jenazah
Menutup tempat mandi dari pandangan orang banyak untuk menjaga martabat jenazah
Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:
أن يستر في داخل غرفة مغلقة الأبواب والنوافذ، ولا يراه أحد إلا الذين يتولون تغسيله، ولا يجوز أن يغسل أمام الناس
“Mayat ditutup dalam suatu ruangan yang tertutup pintu dan jendelanya. Sehingga tidak terlihat oleh siapapun kecuali orang yang mengurus pemandian jenazah. Dan tidak boleh dimandikan di hadapan orang-orang banyak” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/428).
Kemudian jenazah ditutup dengan kain pada bagian auratnya terhadap sesama jenis, yaitu dari pusar hingga lutut bagi laki-laki dan dari dada hingga lutut bagi wanita.
Teknis pemandian
Disebutkan dalam Matan Akhsharil Mukhtasharat:
نوى وسمى وهما كفي غسل حَيّ ثمَّ يرفع راس غير حَامِل الى قرب جُلُوس ويعصر بَطْنه بِرِفْق وَيكثر المَاء حِينَئِذٍ ثمَّ يلف على يَده خرقَة فينجيه بهَا وَحرم مس عَورَة من لَهُ سبع
ثمَّ يدْخل اصبعيه وَعَلَيْهَا خرقَة مبلولة فِي فَمه فيمسح اسنانه وَفِي مَنْخرَيْهِ فينظفهما بِلَا ادخال مَاء ثمَّ يوضئه وَيغسل راسه ولحيته برغوة السدر وبدنه بثفله ثمَّ يفِيض عَلَيْهِ المَاء وَسن تثليث وتيامن وامرار يَده كل مرّة على بَطْنه فان لم ينق زَاد حَتَّى ينقى وَكره اقْتِصَار على مرّة وَمَاء حَار وخلال واشنان بِلَا حَاجَة وتسريح شعره
وَسن كافور وَسدر فِي الاخيرة وخضاب شعر وقص شَارِب وتقليم اظفار ان طالا
“Berniat dan membaca basmalah, keduanya wajib ketika mandi untuk orang hidup. Kemudian angkat kepalanya jika ia bukan wanita hamil, sampai mendekati posisi duduk. Kemudian tekan-tekan perutnya dengan lembut. Perbanyak aliran air ketika itu, kemudian lapisi tangan dengan kain dan lakukan istinja (cebok) dengannya. Namun diharamkan menyentuh aurat orang yang berusia 7 tahun (atau lebih). Kemudian masukkan kain yang basah dengan jari-jari ke mulutnya lalu gosoklah giginya dan kedua lubang hidungnya. Bersihkan keduanya tanpa memasukkan air. Kemudian lakukanlah wudhu pada jenazah. Kemudian cucilah kepalanya dan jenggotnya dengan busa dari daun bidara. Dan juga pada badannya beserta bagian belakangnya. Kemudian siram air padanya. Disunnahkan diulang hingga tiga kali dan disunnahkan juga memulai dari sebelah kanan. Juga disunnahkan melewatkan air pada perutnya dengan tangan. Jika belum bersih diulang terus hingga bersih. Dimakruhkan hanya mencukupkan sekali saja, dan dimakruhkan menggunakan air panas dan juga daun usynan tanpa kebutuhan. Kemudian sisirlah rambutnya dan disunnahkan air kapur barus dan bidara pada siraman terakhir. Disunnahkan menyemir rambutnya dan memotong kumisnya serta memotong kukunya jika panjang”.
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow